WALIKI ID | Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji pajak khusus transaksi Non-Fungible Token (NFT). Hal ini dilakukan lantaran perdagangan aset digital itu mulai marak di Tanah Air.
"Sampai dengan saat ini, transaksi NFT masih dalam pembahasan pemerintah. Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dilansir dari CNNIndonesia.com, Sabtu (8/1).
Baca Juga:
Sahroni Berharap BUMN Sponsori Formula E
Kendati demikian, menurut Neilmaldrin, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan.
Ia mengatakan segala bentuk tambahan kemampuan ekonomis akan dikenakan pajak, tak terkecuali perdagangan NFT. "Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini, maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment," ucapnya.
Menurut penelusuran CNNIndonesia.com, pernyataan Neilmaldrin sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Aturan tersebut menyebutkan bahwa tambahan kemampuan ekonomis akan dikenakan pajak baik yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri.
Baca Juga:
Soal Rekrutmen Pegawai BUMN, Erick Thohir Sebut Tak Ada Anak Sultan
"Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia," tulis Pasal 4 Ayat 1 aturan tersebut.
Sebagai informasi, NFT merupakan token digital yang digunakan untuk membeli dan menjual karya seni digital, seperti GIF, tweet, kartu perdagangan virtual, gambar objek fisik, skin video game, real estate virtual, dan banyak lagi. Token ini ditautkan ke sistem blockchain.
Aset digital ini semakin dikenal masyarakat Indonesia ketika artis Syahrini mengklaim telah berhasil menjual NFT pertamanya sebesar US$20 atau setara Rp286 ribu (kurs Rp14.318 per dolar AS).